(Sebuah Catatan Rembug Nasional Pendidikan 2015)
(Sadiman)[1]
Memperkuat Pelaku Ekosistem
Pendidikan Dan Kebudayaan Yang Berkarakter Dilandasi merupakan
tema dalam Rembug Nasional Pendidikan
yang pertama di era Menteri Anies Baswedan. Tema yang visioner dan berfikir
jauh ke depan melebihi pemikiran sebelumnya, Sebagai Menteri dengan masa lalu
yang gemilang telah membuat beberapa
gebragan yang melegakan guru di lapangan. Kurikulum 2013 yang setengah matang
dengan keberaniannya dihentikan sementara dan hanya sekolah yang telah melaksanakan
3 semester yang boleh melaksanakan. Perubahan terbaru adalah pelaksanaan UN
yang selama ini menjadi momok menakutkan karena sebagai kunci pokok untuk
menentukan lulusan siswa, mulai jenjang pendidikan menengah pertama dan sekolah
menengah atas serta kejuruan.
Pelaksanaan
Ujian Nasional harus tetap berjalan karena ini merupakan amanat undang-undang
tetapi hasilnya tidak lagi dijadikan sebagai alat untuk melulusan siswa tetapi
hanya sebagai alat untuk pemetaan pendidikan. Sudah seharusnya jika kebijakan
ini disambut dengan sukacita oleh guru dan sekolah. Sekarang tanggung jawab
kelulusan sudah berpindah dari pemerintah ke sekolah. Sekolah menjadi memiliki
resiko tinggi dalam meluluskan siswa, sebab jika siswa tidak lulus maka
telunjuk orang tua siswa dan masyarakat akan segera menuju ke sekolah.
Disamping itu pemerintah mengeluarkan dana UN yang begitu besar hanya sekedar
memetakan, padahal melalui Dapodik dan data yang ada pada PDSP Kemendukbud
sudah cukup.
Pemerintah
tetap harus mengambil peran penting dan strategis dalam memajukan pendidikan
nasional. Persoalan krusial pendidikan hampir ada pada berbagai lini, yang
paling mendesak adalah masalah kemampuan atau kompentensi guru yang rendah, dan
fasilitas sekolah yang masih sangat minim, serta kurikulum yang butuh
penyempurnaan. Kompetensi guru yang rendah, diduga karena guru memiliki
penghasilan yang jauh dari memadai maka pemerintah mengambil sikap dengan
memberikan tunjangan sertifikasi sejak tahun 2007, dengan memberikan tunjangan sebesar
1 bulan gaji bagi guru yang sudah bersertifikasi dan mengajar 24 jam.
Tetapi
dari hasil identifikasi di rembug nasional pendidikan, pemberian tunjangan
sertifikasi belum dapat memberikan perubahan yang signifikan bagi kemajuan
pendidikan. Pemberikan tunjangan sertifikasi baru dapat mengubah kehidupan
ekonomi guru. Cara berfikir guru agar kompetensi meningkat dengan diterimanya
sertifikasi belum mampu terbangun.
Kemajuan
pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya guru di
sekolah yang bersangkutan. Semakin banyak guru yang memiliki, kompetensi yang
baik maka kreativitas dan kemampuan sekolah tersebut semakin baik dan akan
cepat maju serta berkembang. Hal ini tentu akan berimbas pada kemajuan peserta
didik dan akhirnya akan mengangkat dunia pendidikan bergerak dinamis dan maju
lebih cepat.
Tuntutan
tentang guru yang berkualitas dengan empat kompetensi yaitu Pedagogik, Kepribadian,
Profesional dan Sosial menjadi harga harga yang harus dimiliki oleh setiap
guru. Uji Kompetensi Awal (UKA) guru, kepala sekolah dan pengawas cenderung
menghasilkan hasil yang kecewa. Di tahun-tahun sebelumnya hasil UKA langsung
dapat dilihat saat ini tidak lagi karena akan memberikan efek psikologis bagi
guru dan bagi masyarakat pendidikan.
Kemampuan
guru yang terus menurun dari tahun ke tahun bukan tanpa sebab, di masa-masa
sebelumnya guru-guru selalu mendapat pelatihan secara rutin baik yang dilakukan
oleh kementrian pendidikan maupun melalui dana dekonsentrasi yang ada di setiap
propinsi sekarang hal itu tidak ada lagi.
Kementerian
dan Dinas pendidikan hanya dapat melaksanakan bimtek yang waktunya tidak lebih
dari 3 hari, sedangkan model pelatihan
seperti Pelatihan Kelompok Guru Sekolah Jauh (PKG-SJ) yang lamanya 2 minggu,
atau pelatihan kurikulum dengan jenjang 3 hari, 1 minggu dan 3 minggu tidak
lagi terjadi. Karena pelaksanaan pelatihan dengan durasi waktu lebih dari 3
hari bukan kewenangan kementrian pendidikan lagi tetapi menjadi kewenangan
badan diklat.
Kegiatan
MGMP atau KKG yang selama ini mampu menggerakan guru dalam aktivitas dan
kreativitas kelompok juga mandeg, karena tidak ada lagi mesin penggerak di
lapangan. Dinas Pendidikan yang diharapkan sebaga penggerak tidak mampu
memberikan suntikan dana seperti sebelum era otonomi.
Inilah
salah satu penyebab kenapa guru tidak juga berkembang bahkan cenderung menurun,
karena guru tidak pernah “di cas” sehingga lama kelamaan baterey dalam tubuhnya
habis bahkan mungkin akan mati dalam waktu tertentu.
Kegaulaun
masyarakat Indonesia dalam dunia pendidikan perlu di sadari, dan momentum
rembug Nasional Pendidikan sebagai salah satu jalan menuntut perbaikakan system
pendidikan Indonesia. Dengan lebih mengutamakan pembangunan para pelaku
pendidikan daripada pelengkap pendidikan seperti sarana dan prasarana. Saat
inipun banyak sekolah yang sudah memiliki sarana laboratorium, perpustakaan,
dan media belajar lainnya tetapi tidak mampu dimanfaatkan oleh guru karena guru
tidak punya kemampuan untuk menggunakan alat-alat tersebut. Akibatnya alat-alat
yang telah dibeli dengan dana yang mahal tidak mampu memberikan nilai lebih,
tidak berdaya guna dan hanya sabagai penghias perpustakaan, ruang guru atau labortorium.
Perhatian
besar menteri pendidikan Anies Baswedan yang lebih menekanan pembangunan dengan
melibatkan para pelaku pendidikan dalam
bentuk Memperkuat pelaku ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter
dilandasi semangat gotong royong menjadi angin segar perbaikan kualitas
pendidikan.
Sekolah
sekolah dengan kualitas baik, memiliki guru baik seringkali meninggalkan ruang kelas, karena mereka serinkali menggunakan tempat
belajar di bawah pohon, lapangan, tanam, kebun dan sekitar sekolah daripada di
dalam kelas. Pemanfaat IT, perpustakan dan laboratorium juga harus berjalan
baik akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan teknologi.
Kebiasaan
dan budaya pendidikan seperti membaca dan menulis juga harus dibangkitkan dari
guru dan dan siswa, karena dua budaya akademis ini juga sangat sulit dijumpai
dalam kehidupan sekolah di Indonesia. Keterlibatan dan keberpihakan semua
komponen masyarakat termasuk orang tua sangat dibutuhkan dalam membudayakan
kebiasaan membaca dan menulis. Dan tentu yang menjadi kunci tetap pada guru,
diperlukan guru-guru yang kreatis, visioner dan berfikir maju ke depan dengan
kemampuan baca dan tulis yang baik serta penguasaan teknologi informasi. Kecepatan pendaki gunung mencapai puncak,
tidak ditentukan oleh pendaki yang paling kuat dan cepat, tetapi ditentukan
oleh pendaki terlambat. Kemajuan pendidikan tidak ditentukan oleh guru-guru
yang sekarang kreatif saja, tetapi harus terus mendorong guru-guru yang
memiliki kemampuan dan kompetensi terbatas.
Tugas
pemerintah lainnya dalam rangka untuk membangun kualitas yang baik adalah
dengan memperbaiki system rekrutmen yang baik. Rekrutmen harus dimulai dari
awal dengan menyediakan calon guru lebih dini, dapat dimulai dari sekolah
menengah seperti Sekolah Pendidikan Guru yang penah dilakukan pemerintah orde
baru. Tidak seperti sekarang dimana guru-guru dapat direbut dan dilakukan oleh
siapa saja yang penting lulus tes. Padahal tes yang diberikan tidak menunjukan
kompetensi Pedagogik, Kepribadian,
Profesiona dan Sosial (PKPS). Sehingga guru tidak lagi menjadi pilihan
terakhir seperti selama ini, karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain maka
memilih untuk menjadi guru.
Pemerintah
harus membuat regulasi, pendidikan calon guru dengan membenahi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan memberikan fasilitas yang lebih baik, system
pendidikan dan kurikulum yang mumpuni dan menjalin kerjasama dengan guru-guru
di sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
Perguruan
tinggi yang menghasilkan pendidik juga tidak melakukan kerjasama dengan baik
dengan pasar yang akan membutuhkan kerjasama yang sinergi bukan sekedar pada
saat PPL. Sebagai contoh di Singapura dan Malaysia, Pendidikan Guru di
Perguruan Tinggi menggunakan dosen-dosen dari guru dengan kualitas mumpuni.
Guru-guru ini di kontrak selama selama 1 tahun dan tetap menerima gaji di
tempat tugas awal dan di peguruan tinggi mendapatkan tunjangan sesuai dengan
gaji yang berlaku di perguruan tinggi. Regulasi ini tentu tidak dapat dilakukan
oleh sekolah menengah dan perguruan tinggi saja, tetapi harus ada regulasi dari
pemerintah. Ini merupakan cara untuk menyamakan persepsi dan frekuensi akan
kebutuhan guru yang sebenarnya di lapangan. Jika hal ini dapat berlangsung
dengan baik, maka ke depan tidak ada lagi teriakan jemblognya pendidikan kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar