Pengembangan pendekatan belajar aktif secara serius mulai dilakukan pada tahun 1979 yang dikenal dengan nama Proyek Supervisi Cianjur, Jawa Barat. Proyek ini dilaksanakan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Depdikbud bekerja sama dengan Ditjen Dikdasmen dan sejumlah IKIP Negeri. Proyek ini merupakan perwujudan kerja sama antara Depdikbud dengan Pemerintah Inggris, yang dikelola oleh The British Council. Cikal bakal pengembangan pendekatan belajar ini sebenarnya telah dirintis oleh P3G (Pusat Penataran Pendidikan Guru) dan sekarang menjadi P4TK, yang dimulai dari mata pelajaran IPA sekitar tahun 1970-an. Hasil-hasil Proyek Supervisi Cianjur kemudian diintegrasikan ke dalam pengembangan Kurikulum 1984.
Kemudian, hasil-hasil proyek ini direplikasi di 7 kabupaten/kotamadya di Indonesia. Bersamaan dengan itu, dilakukan pula diseminasi hasil-hasil tersebut melalui penataran yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Dasar, Ditjen Dikdasmen. Apa yang dilakukan di tingkat SD membawa dampak pula bagi pengembangan pendekatan belajar aktif di tingkat SMP, SMA, SMK, dan pendidikan nonformal serta madrasah walaupun dengan istilah berbeda dan dilaksanakan dengan sistem dan program yang berbeda pula. Selanjutnya, hasil-hasil pengembangan pendekatan belajar aktif diintegrasikan dalam pengembangan Kurikulum 1994.
Pada tahun 1999 Direktorat Sekolah Dasar, Ditjen Dikdasmen, yang didukung narasumber dari Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, bekerja sama dengan UNICEF dan UNESCO memprakarsai rintisan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) serta partisipasi masyarakat. Program ini dikenal dengan nama MBS PAKEM, bahkan saat ini berkembang dengan istilah PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenagkan). Program yang dimulai pada beberapa kabupaten di 3 provinsi ini segera menyebar ke provinsi-provinsi lain melalui dukungan berbagai NGO dan mendapatkan tanggapan yang positif dari berbagai dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota. Melalui upaya ini implementasi MBS-PAKEM telah masuk ke dalam sistem pendidikan nasional.
Dewasa ini secara umum dapatlah dikatakan bahwa upaya pembinaan guru, kepala sekolah, dan pengawas serta pembina di bidang pendidikan daerah dalam melaksanakan belajar aktif lebih luas dilakukan pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama serta madrasah. Sejalan dengan penyebaran gagasangagasan MBS-PAKEM, Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas telah mengintegrasikan pendekatan belajar aktif ke dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004, yang kemudian dilanjutkan dengan Standar Isi yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mulai tahun 2006. Di Indonesia pendekatan belajar aktif sebenarnya telah cukup lama diperkenalkan pada pendidikan formal maupun nonformal, baik sekolah maupun madrasah. Secara khusus di tingkat SMP sejak tahun 2001/2002 telah mulai diimplementasikan pendekatan belajar aktif dengan nama Contextual Teaching and Learning (CTL). Di tingkat SMA, SMK, pendidikan nonformal (Program Paket A, B, dan C) dan madrasah walaupun dengan istilah yang berbeda dan belum dikembangkan secara tersistem, namun telah menekankan pula pendekatan belajar aktif.
Sebuah Kisah Religi: Sumber http://www.eramuslim.com
Penyair Taufiq Ismail menulis sebuah
artikel tentang Krismansyah Rahadi (1949-2007) di majalah sastra HORISON:
Di tahun 1997 saya bertemu Chrisye
sehabis sebuah acara, dan dia berkata, “Bang, saya punya sebuah lagu. Saya
sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas. Bisakah Abang tolong
tuliskan liriknya?” Karena saya suka lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa. Saya
tanyakan kapan mesti selesai. Dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya yang
lain, deadline sebulan itu bolehlah.
Kaset lagu itu dikirimkannya,
berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik berapa
jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi
relijius.
Kemudian saya dengarkan lagu itu.
Indah sekali. Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu
begitu juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah. Di
ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran. Padahal lagu itu cantik jelita.
Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan. Tampaknya saya akan telepon
Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, “Chris, maaf ya, macet. Sori.”
Saya akan kembalikan pita rekaman itu.
Saya punya kebiasaan rutin baca
Surah Yasin. Malam itu, ketika sampai ayat 65 yang berbunyi, A’udzubillahiminasy
syaithonirrojim. “Alyauma nakhtimu ’alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim,
wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu yaksibuun” saya berhenti. Maknanya, “Pada
hari ini Kami akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada
Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan.”
Saya tergugah. Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!
Saya hidupkan lagi pita rekaman dan
saya bergegas memindahkan makna itu ke larik-larik lagi tersebut. Pada mulanya
saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan bisa masuk pas ke
dalamnya. Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah
penulisan lirik itu selesai. Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki
Berkata.
Keesokannya dengan lega saya berkata
di telepon, “Chris, alhamdulillah selesai.” Chrisye sangat gembira. Saya belum
beritahu padanya asal-usul inspirasi lirik tersebut.
Berikutnya hal tidak biasa
terjadilah. Ketika berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye
menangis, menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.
Di dalam memoarnya yang dituliskan
Alberthiene Endah, Chrisye–Sebuah Memoar Musikal, 2007 (halaman 308-309),
bertutur Chrisye:
Lirik yang dibuat Taufiq Ismail
adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur
tubuh saya. Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar
mencekam dan menggetarkan. Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu itu
bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan lagu
itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi. Menangis lagi.
Yanti sampai syok! Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap
sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan
dan Kaki Berkata.
Lirik itu begitu merasuk dan membuat
saya dihadapkan pada kenyataan, betapa tak berdayanya manusia ketika hari akhir
tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan
menceritakan kesulitan saya.
“Saya mendapatkan ilham lirik itu
dari Surat Yasin ayat 65…” kata Taufiq. Ia menyarankan saya untuk tenang saat
menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali
tergetar membaca isinya.
Walau sudah ditenangkan Yanti dan
Taufiq, tetap saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio.
Gagal, dan gagal lagi. Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila!
Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal
seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!
Butuh kekuatan untuk bisa
menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir
yang belum direkam itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke
Australia sudah tak bisa ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia,
saya lalu mengajak Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus
untuk mendoakan saya.
Dengan susah payah, akhirnya saya
bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai. Dan tidak ada take ulang! Tidak
mungkin. Karena saya sudah menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi
jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang
paling autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya
mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!
Lagu itu menjadi salah satu lagu
paling penting dalam deretan lagu yang pernah saya nyanyikan. Kekuatan
spiritual di dalamnya benar-benar benar meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman
batin saya yang paling dalam selama menyanyi.
Penuturan Chrisye dalam memoarnya
itu mengejutkan saya. Penghayatannya terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian
sensitif dan luarbiasanya, dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya
tidak menyangka sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna Pengadilan
Hari Akhir di hari kiamat kelak.
Mengenai menangis ketika menyanyi,
hal yang serupa terjadi dengan Iin Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam
konser atau pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan
pada baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu
sedannya. Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu tersebut.
***
Setelah rekaman Ketika Tangan dan
Kaki Berkata selesai, dalam peluncuran album yang saya hadiri, Chrisye
meneruskan titipan honorarium dari produser untuk lagu tersebut. Saya enggan
menerimanya. Chrisye terkejut. “Kenapa Bang, kurang?” Saya jelaskan bahwa saya
tidak orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata itu. Saya
cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya tak berhak menerimanya.
Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Tuhan? Saya akan bersalah
menerima sesuatu yang bukan hak saya.
Kami jadi berdebat. Chrisye
mengatakan bahwa dia menghargai pendirian saya, tetapi itu merepotkan
administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan jalan keluar. “Begini saja Bang, Abang
tetap terima fee ini, agar administrasi rapi. Kalau Abang merasa
bersalah, atau berdosa, nah, mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan Maha Pengampun
’kan?”
Saya pikir jalan yang ditawarkan
Chrisye betul juga. Kalau saya berkeras menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa
ditafsirkan berlebihan. Akhirnya solusi Chrisye saya terima. Chrisye senang,
saya pun senang.
***
Pada subuh hari Jum’at, 30 Maret
2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris Chrisye wafat dalam usia 58 tahun,
setelah tiga tahun lebih keluar masuk rumah sakit, termasuk berobat di
Singapura. Diagnosis yang mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat.
Dia meninggalkan isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha,
9 album proyek, 4 album sountrack, 20 album solo dan 2 filem. Semoga penyanyi
yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya kelak akan
bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki Gerbang Hari Akhir
yang semoga terbuka lebar baginya. Amin. #
Ketika Tangan dan Kaki Berkata
Lirik : Taufiq Ismail
Lagu : Chrisye
Akan datang hari mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa tak ada suara
Dari mulut kita
Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja dia melangkahnya
Tidak tahu kita bila harinya
Tanggung jawab tiba
Rabbana…
Tangan kami…
Kaki kami…
Mulut kami…
Mata hati kami…
Luruskanlah…
Kukuhkanlah…
Di jalan cahaya….
sempurna
Lagu tersebut mengalun pelan
menemani muhasabah di akhir tahun 1431 Hijriyah.
Ya Allah, semoga Engkau masukkan
kami ke dalam golongan orang-orang yang ihsan, sehingga kelak saat tangan dan
kaki kami berkata di hari penghisaban, kesaksiannya menambah berat timbangan
amal baik kami, amiin.
Memperkuat Pelaku Ekosistem
Pendidikan Dan Kebudayaan Yang Berkarakter Dilandasi merupakan
tema dalam Rembug Nasional Pendidikan
yang pertama di era Menteri Anies Baswedan. Tema yang visioner dan berfikir
jauh ke depan melebihi pemikiran sebelumnya, Sebagai Menteri dengan masa lalu
yang gemilang telah membuat beberapa
gebragan yang melegakan guru di lapangan. Kurikulum 2013 yang setengah matang
dengan keberaniannya dihentikan sementara dan hanya sekolah yang telah melaksanakan
3 semester yang boleh melaksanakan. Perubahan terbaru adalah pelaksanaan UN
yang selama ini menjadi momok menakutkan karena sebagai kunci pokok untuk
menentukan lulusan siswa, mulai jenjang pendidikan menengah pertama dan sekolah
menengah atas serta kejuruan.
Pelaksanaan
Ujian Nasional harus tetap berjalan karena ini merupakan amanat undang-undang
tetapi hasilnya tidak lagi dijadikan sebagai alat untuk melulusan siswa tetapi
hanya sebagai alat untuk pemetaan pendidikan. Sudah seharusnya jika kebijakan
ini disambut dengan sukacita oleh guru dan sekolah. Sekarang tanggung jawab
kelulusan sudah berpindah dari pemerintah ke sekolah. Sekolah menjadi memiliki
resiko tinggi dalam meluluskan siswa, sebab jika siswa tidak lulus maka
telunjuk orang tua siswa dan masyarakat akan segera menuju ke sekolah.
Disamping itu pemerintah mengeluarkan dana UN yang begitu besar hanya sekedar
memetakan, padahal melalui Dapodik dan data yang ada pada PDSP Kemendukbud
sudah cukup.
Pemerintah
tetap harus mengambil peran penting dan strategis dalam memajukan pendidikan
nasional. Persoalan krusial pendidikan hampir ada pada berbagai lini, yang
paling mendesak adalah masalah kemampuan atau kompentensi guru yang rendah, dan
fasilitas sekolah yang masih sangat minim, serta kurikulum yang butuh
penyempurnaan. Kompetensi guru yang rendah, diduga karena guru memiliki
penghasilan yang jauh dari memadai maka pemerintah mengambil sikap dengan
memberikan tunjangan sertifikasi sejak tahun 2007, dengan memberikan tunjangan sebesar
1 bulan gaji bagi guru yang sudah bersertifikasi dan mengajar 24 jam.
Tetapi
dari hasil identifikasi di rembug nasional pendidikan, pemberian tunjangan
sertifikasi belum dapat memberikan perubahan yang signifikan bagi kemajuan
pendidikan. Pemberikan tunjangan sertifikasi baru dapat mengubah kehidupan
ekonomi guru. Cara berfikir guru agar kompetensi meningkat dengan diterimanya
sertifikasi belum mampu terbangun.
Kemajuan
pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya guru di
sekolah yang bersangkutan. Semakin banyak guru yang memiliki, kompetensi yang
baik maka kreativitas dan kemampuan sekolah tersebut semakin baik dan akan
cepat maju serta berkembang. Hal ini tentu akan berimbas pada kemajuan peserta
didik dan akhirnya akan mengangkat dunia pendidikan bergerak dinamis dan maju
lebih cepat.
Tuntutan
tentang guru yang berkualitas dengan empat kompetensi yaitu Pedagogik, Kepribadian,
Profesional dan Sosial menjadi harga harga yang harus dimiliki oleh setiap
guru. Uji Kompetensi Awal (UKA) guru, kepala sekolah dan pengawas cenderung
menghasilkan hasil yang kecewa. Di tahun-tahun sebelumnya hasil UKA langsung
dapat dilihat saat ini tidak lagi karena akan memberikan efek psikologis bagi
guru dan bagi masyarakat pendidikan.
Kemampuan
guru yang terus menurun dari tahun ke tahun bukan tanpa sebab, di masa-masa
sebelumnya guru-guru selalu mendapat pelatihan secara rutin baik yang dilakukan
oleh kementrian pendidikan maupun melalui dana dekonsentrasi yang ada di setiap
propinsi sekarang hal itu tidak ada lagi.
Kementerian
dan Dinas pendidikan hanya dapat melaksanakan bimtek yang waktunya tidak lebih
dari 3 hari, sedangkanmodel pelatihan
seperti Pelatihan Kelompok Guru Sekolah Jauh (PKG-SJ) yang lamanya 2 minggu,
atau pelatihan kurikulum dengan jenjang 3 hari, 1 minggu dan 3 minggu tidak
lagi terjadi. Karena pelaksanaan pelatihan dengan durasi waktu lebih dari 3
hari bukan kewenangan kementrian pendidikan lagi tetapi menjadi kewenangan
badan diklat.
Kegiatan
MGMP atau KKG yang selama ini mampu menggerakan guru dalam aktivitas dan
kreativitas kelompok juga mandeg, karena tidak ada lagi mesin penggerak di
lapangan. Dinas Pendidikan yang diharapkan sebaga penggerak tidak mampu
memberikan suntikan dana seperti sebelum era otonomi.
Inilah
salah satu penyebab kenapa guru tidak juga berkembang bahkan cenderung menurun,
karena guru tidak pernah “di cas” sehingga lama kelamaan baterey dalam tubuhnya
habis bahkan mungkin akan mati dalam waktu tertentu.
Kegaulaun
masyarakat Indonesia dalam dunia pendidikan perlu di sadari, dan momentum
rembug Nasional Pendidikan sebagai salah satu jalan menuntut perbaikakan system
pendidikan Indonesia. Dengan lebih mengutamakan pembangunan para pelaku
pendidikan daripada pelengkap pendidikan seperti sarana dan prasarana. Saat
inipun banyak sekolah yang sudah memiliki sarana laboratorium, perpustakaan,
dan media belajar lainnya tetapi tidak mampu dimanfaatkan oleh guru karena guru
tidak punya kemampuan untuk menggunakan alat-alat tersebut. Akibatnya alat-alat
yang telah dibeli dengan dana yang mahal tidak mampu memberikan nilai lebih,
tidak berdaya guna dan hanya sabagai penghias perpustakaan, ruang guru atau labortorium.
Perhatian
besar menteri pendidikan Anies Baswedan yang lebih menekanan pembangunan dengan
melibatkan parapelaku pendidikan dalam
bentukMemperkuat pelaku ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter
dilandasi semangat gotong royong menjadi angin segar perbaikan kualitas
pendidikan.
Sekolah
sekolah dengan kualitas baik, memiliki guru baik seringkali meninggalkan ruang kelas, karena mereka serinkali menggunakan tempat
belajar di bawah pohon, lapangan, tanam, kebun dan sekitar sekolah daripada di
dalam kelas. Pemanfaat IT, perpustakan dan laboratorium juga harus berjalan
baik akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan teknologi.
Kebiasaan
dan budaya pendidikan seperti membaca dan menulis juga harus dibangkitkan dari
guru dan dan siswa, karena dua budaya akademis ini juga sangat sulit dijumpai
dalam kehidupan sekolah di Indonesia. Keterlibatan dan keberpihakan semua
komponen masyarakat termasuk orang tua sangat dibutuhkan dalam membudayakan
kebiasaan membaca dan menulis. Dan tentu yang menjadi kunci tetap pada guru,
diperlukan guru-guru yang kreatis, visioner dan berfikir maju ke depan dengan
kemampuan baca dan tulis yang baik serta penguasaan teknologi informasi. Kecepatan pendaki gunung mencapai puncak,
tidak ditentukan oleh pendaki yang paling kuat dan cepat, tetapi ditentukan
oleh pendaki terlambat. Kemajuan pendidikan tidak ditentukan oleh guru-guru
yang sekarang kreatif saja, tetapi harus terus mendorong guru-guru yang
memiliki kemampuan dan kompetensi terbatas.
Tugas
pemerintah lainnya dalam rangka untuk membangun kualitas yang baik adalah
dengan memperbaiki system rekrutmen yang baik. Rekrutmen harus dimulai dari
awal dengan menyediakan calon guru lebih dini, dapat dimulai dari sekolah
menengah seperti Sekolah Pendidikan Guru yang penah dilakukan pemerintah orde
baru. Tidak seperti sekarang dimana guru-guru dapat direbut dan dilakukan oleh
siapa saja yang penting lulus tes. Padahal tes yang diberikan tidak menunjukan
kompetensi Pedagogik, Kepribadian,Profesiona dan Sosial (PKPS). Sehingga guru tidak lagi menjadi pilihan
terakhir seperti selama ini, karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain maka
memilih untuk menjadi guru.
Pemerintah
harus membuat regulasi, pendidikan calon guru dengan membenahi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan memberikan fasilitas yang lebih baik, system
pendidikan dan kurikulum yang mumpuni dan menjalin kerjasama dengan guru-guru
di sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
Perguruan
tinggi yang menghasilkan pendidik juga tidak melakukan kerjasama dengan baik
dengan pasar yang akan membutuhkan kerjasama yang sinergi bukan sekedar pada
saat PPL. Sebagai contoh di Singapura dan Malaysia, Pendidikan Guru di
Perguruan Tinggi menggunakan dosen-dosen dari guru dengan kualitas mumpuni.
Guru-guru ini di kontrak selama selama 1 tahun dan tetap menerima gaji di
tempat tugas awal dan di peguruan tinggi mendapatkan tunjangan sesuai dengan
gaji yang berlaku di perguruan tinggi. Regulasi ini tentu tidak dapat dilakukan
oleh sekolah menengah dan perguruan tinggi saja, tetapi harus ada regulasi dari
pemerintah. Ini merupakan cara untuk menyamakan persepsi dan frekuensi akan
kebutuhan guru yang sebenarnya di lapangan. Jika hal ini dapat berlangsung
dengan baik, maka ke depan tidak ada lagi teriakan jemblognya pendidikan kita
[1]
Penulis buku, Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang