Ketika UN mulai bergulir dengan formula baru, sedikit membuat rasa lega bagi kita karena guru di lapangan melalui sekolah diberikan kesempatan untuk meluluskan siswa dengan bobot 40%, dan pemerintah melalui BNSP memiliki hak 60%. Meskipun ini belum memenuhi rasa keadilan setidaknya pemerintah sudah melakukan perbaikan dan mengadopsi apa yang menjadi keinginan guru yaitu melibatkan guru dalam meluluskan siswa.
Enam mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional untuk jurusan IPA meliputi fisika, kimia, biologi, matematikam, bahasa inggris dan bahasa Indonesia. Sedangkan untuk jurusan IPS ekonomi, geografi, sosiologi, bahasa inggris dan bahasa Indonesia. Penentuan mata pelajaran ini tentu sudah melalui pertimbangan berbagai faktor, sehingga muncul enam mata pelajaran tersebut. Pernah pelaksanaan UN hanya pada 3 mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika) dengan alasan Bahasa Indonesia merupaka bahasa nasional, bahasa pemersatu yang harus dikuasai oleh setiap warga Negara. Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang dapat membuka cakrawala ilmu pengetahuan tentang dunia. Alasan laiinya secara bahasa merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan, jadi bahasa merupakan kunci untuk ilmu pengetahuan. Sedangkan matematika merupakan landasan seseorang untuk menguasai ilmu pengetahuan. Kurang kuatnya alasan dan kuatnya desakan maka 3 mata pelajaran tersebut hanya sekali saja dilakukan.
Sekarang muncul wacana baru untuk memasukan Pelajaran Pendididikan Agama Islam(PAI) sebagai mata pelajaran yang di UN kan, dengan berbagai alasan. Alasan tersebut antara lain agar guru agama dapat meningkatkan kemampuan dalam bidang agama, meningkatkan aklak peserta didik, agama sangat penting karena berhubungan dengan aklak, kurangnya jumlah jam menyebabkan aklak bangsa menjadi ambruk dan sebagainya. Keinginan ini pun harus kita maklumi karena melihat kondisi moral bangsa yang kian terpuruk, rasa kemanusiaan yang terkoyak-koyak, kerusuhan, perkelahian, pembunuhan dan berbagai hal negative bermunculkan di era reformasi. Dengan memasukan PAI ke dalam UN diharapkan dapat menanamkan hal-hal yang baik pada siswa dan mengurangi kebruntalan siswa.
Dalam 5 kelompok mata pelajaran PAI termasuk dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, satu kelompok dengan Pendidikan budi pekerti (untuk beberapa sekolah). Sebagai pelajaran yang berhubungan dengan akhlak, maka PAI mempunyai karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan 4 kelompok mata pelajaran yang lain (kelompok Kewarganegaraan dan Kepribadian, Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi, Estetika dan Jasmani Olahraga dan Kesehatan). Hal ini dala dilihat dari tujuan yang ingin dicapai oleh PAI
- menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;
- mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Dari dua tujuan yang ingin dicapai oleh PAI sangat jelas yang pertama berkaitan dengan akidah hubungannya dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT, dengan akhlak mulia sehingga menjadi manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Tujuan yang sangat mulia ini harus dipahami betul oleh guru PAI dengan melalukan analisis Tujuan Mata Pelajaran dan memetakan tujuan yang ada. Jika diperhatikan dengan baik sungguh-sungguh hampir tidak memungkinkan PAI di UN kan. Mengapa? Karena UN yang sekarang diperlakukan mengutakamakan ranah kognitif (pengetahuan) saja. Sedangkan dari tujuan mata pelajaran PAI lebih menekankan pada akhlak mulia dan budi pekerti yang merupakan aspek afektif. Aspek Kognitif sangat sedikit dan terlihat hanya sebagai alat agar afektifnya dapat tercapai. Maka hampir tertutup jalan untuk meng-UN-kan PAI kecuali dengan mendobrak sistem penilaian UN dari 1 ranah kognitif saja menjadi 3 ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.
Aspek afektif ini memang merupakan aspek yang harus menjadi perhatian guru PAI, jika kita lihat ruang lingkup PAI. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek:
- Al-Qur’an dan Hadits
- Aqidah
- Akhlak
- Fiqih
- Tarikh dan Kebudayaan Islam
Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Dengan ide memasukan PAI menjadi salah satu mata pelajaran yang di UN menjadikan mata pelajaran tersebut terkungkung sebagai pelajaran kognitif sebagaimana pelajaran yang lain. PAI menjadi jauh dari tujuan yang sebenarnya yang lebih menekananya pada aspek afektif. Sekarang sederhana pikiran kita sederhana saja, ketika seorang ”Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda di dalam Bus, Anda dalam sedang duduk, tiba-tiba Anda ibu-ibu yang datang dan perlu tempat duduk”. Jawabannya pasti ”Saya akan berikan tempat duduk itu kepadanya”.
Tapi apakah hal ini benar-benar terjadi di lapangan? Belum tentu, mungkin saja pelajar itu malah pura-pura tidak tahu. Inilah yang perlu menjadi penekanan dari pelajaran PAI bukan saja secara teoritis paham tetapi harus di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk sikap dan tindakan. Jadi jika PAI masuk ranah UN, maka guru PAI dan siswa akan terjebak dalam angka-angka semu yang semakin menjauhkan PAI dari karaternya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar