Minggu, 22 November 2009

Pengembangan Sekolah Berdasarkan Kultur

Masyarakat Indonesia terkenal dengan kemajemukannya, berbagai perbedaan seperti ras, suku bangsa, latar belakang pendidikan, profesi dan lain-lain terjadi di masyarakat. Perbedaan-perbedaan ini bukanlah suatu halangan justru merupakan khasanah yang perlu terus berkembang agar kemajemukan masyarakat dan rasa persatuan terus berkembang. Dengan kemajemukan dan keberagaman menjadikan Indonesia kaya akan budaya bangsa yang dapat dijadikan modal bangsa untuk lebih berkembang dan maju.
Majemuknya masyarakat Indonesia yang berbagai tempat di seluruh tanah air menjadikan sekolah sebagai sarana pembelajaran juga mengalami hal demikian. Sekolah menjadi tempat berkumpulkan berbagai kelompok masyarakat menjadi titik temu sehingga terjadi akulturasi dan penyesuaian antara satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok yang lain. Di sekolah siswa dapat belajar saling mengerti, saling memahami, saling memberi, saling bertoleransi dan saling bantu antara yang satu dengan yang lain.
Jika hal tersebut terus dipupuk dan dikembangkan di setiap sekolah tidak mustahil jika sekolah merupakan titik awal terbentuknya masyarakat Indonesia yang mempunyai toleransi yang tinggi.
Banyaknya persoalan yang timbul di masyarakat tidak lepas dari ketidakpedulian dan sikap menang sendiri sehingga menggangap dirinya lebih unggul dari yang lain padahal hal tersebut belum tentu benar.
Pentingnya kultur atau budaya dikembangkan di sekolah untuk mengembangkan sekolah sehingga menjadi sekolah yang maju dan berkembang dapat memiliki predikat Standar Nasional, Standar Internasional atau Standar ISO. Pengembangan sekolah berdasarkan kultur menjadi sangat penting demia terwujudnya generasi muda yang mempunyai rasa toleransi tinggi dalam bermasyarakat.
Cara untuk melakukan pembentukan sekolah berdasarkan kultur adalah menciptakan budaya belajar. Budaya belajar yang saat ini berkembang adalah budaya belajar yang mengutamakan perkembangan siswa dan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja. Pembentukan budaya belajar dapat dimulai dengan penyusunan ruang-ruang kelas dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas, penyusunan visi sekolah, penyusunan tujuan dan penyusunan program kerja sekolah.
Program kerja yang baik adalah program kerja yang mengadopsi dari kebutuhan di lapangan dengan menjemput bola program dari guru dan karyawan sekolah yang bersangkutan.
Dari latar belakang ini penulis ingin menyumbangan suatu ide pemikiran tentang peningkatan mutu pendidikan yang dimulai dari ruang-ruang kelas kemudian di sekolah berkembangan pada pranata yang lebih luas lagi.

1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang disajikan diatas didapatkan beberapa masalah seperti berikut ini:
(1) Bagaimana teknik pengelolaan kelas yang menyenangkan?
(2) Bagaimana menyusun program kerja sekolah dengan menggunakan potensi yang ada ?
(3) Bagaimana menciptakan INSAN CERDAS SMA NEGERI ?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah:
(1) Mengembangkan sekolah berdasarkan kultur yang ada.
(2) Menyusun program kerja kepala sekolah berdasarkan kultur yang ada di sekolah.
(3) Menciptakan Insan Cerdas SMA Negeri Yang Komprehensip dan Kompetitif.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan ada tiga yaitu untuk sekolah, instansi dan departemen pendidikan nasional.
(1) Memberikan masukan dan memberikan contoh serta menjadi pelopor terhadap para kepala sekolah dalam pengembangan sekolah ditingkat terendah yaitu sekolah
(2) Sebagai masukan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin akan pentingnya pengembangan sekolah berdasarkan budaya yang ada dengan memberikan dukungan dana untuk operasional yang lebih baik sesuai dengan amanat Undang-undang yaitu 20%.
(3) memberikan masukan kepada Departemen Pendidikan Nasional dalam penyusunan program hendaknya menyesuaikan dengan kondisi di daerah.

2. PEMBAHASAN
2.1. Moving Class
Moving kelas merupakan penerapan teknik pembelajaran kinestis yang diilhami pembelajaran ‘kuantum teaching’ dimana bahwa pada perubahan suasana akan menggairahkan proses pembelajaran di dalam kelas. Perjalanan peserta didik dari satu kelas ke kelas yang baru memberikan aliran darah dan udara segar ke bagian punggung sehingga otak mendapat suplay oksigen yang mencukupi sehingga kembali menjadi ‘fresh’. Perencanaan sebuah moving kelas berdasarkan pengalaman dari beberapa sekolah ternama di Indonesia seperi SMA Taruna Nusantara, ‘moving kelas dapat berjalan dengan baik jika jumlah minimal dari ruang kelas adalah ½ dari jumlah guru disekolah yang bersangkutan’. Jika hal ini tidak terpenuhi maka akan menyulitkan.

2.2. Musik Klasik di kelas-kelas
Musik klasik dalam suasana belajar juga merupakan implementasi dari pembelajaran “Kuantum Teaching” bahwa pola pemberian musik pada saat belajar akan memberikan gairah dalam proses pembelajaran. Hanya saja perlu dicarikan musik-musik yang tidak mengganggu pendengaran tetapi menjadikan suasana ruang kelas menjadi nyaman. Musik-musik sebaiknya menggunakan musik instrumentalia atau musik-musik klasik. Dalam perkembangannya seperti yang diterapkan di SMA Muthohari Bandung, musik ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kelas dan suasana pembelajaran pada saat itu, apa suasana yang diharapkan tenang dan hening atau bergairan dan penuh semangat. Misalnya suasana siswa dikelas yang sedang mengerjakan soal-soal matematika maka di dengarkan musik instrumentalia Keny G atau Bethopen. Sedangkan suasana kelas yang sedang membahas materi tentang Reformasi perlu dicarikan musik yang memberikan semangat dan gairah sebagai pembaharu.


2.3. Menata Ruang Kelas
Dalam pembelajaran bidang IPA seperti Fisika, Kimia, Biologi suasana kelas sering mengalami perubahan sesuai dengan materi seperti pembelajaran berkelompok praktikum, pengerjaan soal atau diskusi antar kelompok. Pengembangan dan perubahan kelas baik yang moving kelas atau yang tidak dapat dilakukan penataan terhadap ruang kelas secara bertahap.
Kelas di Indonesia dikenal sebagai kelas klasik yang sudah berjalan sejak zaman Belanda hingga sampai sekarang masih tidak mengalami perubahan.












Gambar 2.1: Kelas Klasik

Kelas klasik seperti di atas banyak sekali kelemahannya antara lain, sulitnya siswa berinteraksi sesama teman karena semua hanya tertuju pada papan tulis dan terpusat kepada guru. Alternatif perubahan-perubahan yang dapat dilakukan seperti gambar berikut ini sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran pada saat itu.












Gambar 2.2 Bentuk U
Catatan : panah merupakan daerah kebebasan mobilitas baik guru / siswa
Model U dapat digunakan untuk diskusi secara klasikal dengan penyaji satu kelompok. Rancangan kelas harus memperhatikan aspek : tatapan muka antar siswa harus sebanyak mungkin sehingga akan membangun interaksi mereka, susunan meja kursi tidak mengganggu mobilitas siswa untuk melakukan aktivitas, sehingga waktu menjadi efisien.










Gambar 2.3 : Meja Konferensi

Model kelas Konferensi cocok digunakan untuk kerja sama diskusi dengan pembagian materi dalam sehingga model kelas ini dapat di kombinasikan dengan model pembelajaran Jiqsaw yang akan di bahas kemudian. Cocok juga untuk kelas-kelas dengan alat seperti mesin tik, komputer atau alat-alat yang lain yang jumlahnnya memenuhi untuk semua peserta pembelajaran.










Gambar 2.4: Kelas Auditorium

Kelas Formasi pangkat dan audiorium cocok digunakan untuk penyajian materi oleh suatu kelompok secara bergantian, jika kelompok pangkat sebaiknya digunakan untuk diskusi dengan kelompok yang maju lebih dari 2 orang, sedangkan kelas auditorium di khususkan untuk diskusi dengan jumlah orang yang maju maksimal 2 orang 1 orang sebagai penyaji dan 1 orang sebagai moderator.







Gambar 2.5 Kelas Ruang Kerja Berpasangan

Ruang kelas kerja berpasangan dikhususkan untuk kerja secara berkelompok dengan jumlah peserta dalam kelompok 2 orang, orang pertama berinteraksi dengan orang kedua, sedangkan posisi tidak berhadapan dimaksudkan supaya tidak bertatapan langsung, diusahakan dalam satu kelompok terdiri dari jenis kelamin yang sama untuk menghindari rasa ’malu’. Kelas seperti ini sangat cocok untuk mendukung model pembelajaran berganti berpasangan beruntun yang dikhususkan untuk mengerjakan soal yang jumlahnya cukup banyak.











Gambar 2.6 : Kelas Laboratorium

Kelas laboratorium biasa di terapkan di laboratorium seperti kerja untuk Fisika, Kimia, dan Biolgi, pada penyusunan ini anggota kelompok diusahakan ganjil dan jumlah tidak lebih dari 5 anak, 5 anak adalah kelompok yang paling ideal untuk kerja di laboratorium.
Kelas-kelas seperti di atas adalah suatu kelas alternatif sebagai pengganti susunan kelas klasik yang masih banyak dipakai diruang kelas. Kelas-kelas di atas dapat diubah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan kelas dan sekolah masing-masing.
Perubahan lain untuk mendukung pembelajaran KTSP adalah warna cat pada setiap ruang kelas disesuaikan dengan model kelas, model kelas Fisika tentunya mempunyai ’GREG’ yang berbeda dengannn model kelas ’PAI’.
Perlu juga dibuatkan gambar-gambar yang berbetuk lancip pada sisi-sisi ruangan, karena secara filosofi bentuk gambar lancip , benda dan lain-lain akan memberikan tuntunan ’kecerdasan’ pada anak.

2.4 Penerapakan Model Pembelajaran
Sebelum kurikulum baru 2004 banyak dikenal Metoda atau teknik mengajar, teknik-teknik atau metoda itu banyak mengarah pada guru aktif, sehingga kurang membangkitkan kerja siswa, dan siswa tetap saja pasip.
Pembelajaran dengan mendengar maka akan berbekas pada siswa sebanyak 25%, pembelajaran dengan melihat akan berbekas kepada siswa sebanyak 50% dan jika melakukan dan mengerjakan berbekas lebih dari 75%. Tentunya besarnya persentase pemahaman siswa akan lebih baiklagi jika bertahan sepanjang hayat.
Model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas, yaitu segala cara yang dilakukan guru bisa berupa metoda, cara, teknik, atau apa saja untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk aktif, berkembang dan mengembangkan diri. Model-model pembelajaran ini dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang telah melakukan, buku atau hasil kreasi kita sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi sekolah.
Perlu dipahami oleh setiap guru bahwa guru memiliki otonomi yang tidak dapat diintevensi oleh siapapun sehingga ketercapaian SKBM melalu suatu proses pembelajaran dengan standar mutu pendidikan dapat tercapai.
Model pembelajaran lahir karena siswa, seringkali menjadikan apa yang dilihatnya menjadi model bagi dirinya sehingga akan meniru semua tingkah, gerak, laku dan semua yang menjadi idolanya. Dari sini memang lahirnya filsafat Taman Siswa ‘Ing Ngarso Sung Tulodo Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani’. Sehingga sebisa mungkin kita harus mengemas suatu model dengan sebaik-baiknya karena ketertarikan siswa pada mata pelajaran tertentu dapat dimulai dari penampilan dan guru, kepiawaian guru mengajar dan penguasaan materi oleh guru yang bersangkutan.
Model pembelajaran secara umum dibedakan menjadi 3 macam yaitu model pembelajaran Langsung ‘Direct Instruction’, Model pembelajaran Kelompok ‘Learning Community’ dan model pembelajaran berdasarkan masalah ‘Problem Based Intruction’.
Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang digunakan untuk penyampaian materi yang bersifat deklaratif.
Model pembelajaran Kelompok digunakan untuk kerja yang membutuhkan bantuan orang lain dan Model pembelajaran berdasarkan masalah dikhususkan agar siswa dapat memberikan penyelesaian suatu masalah yang sedang dihadapi pada pembelajaran saat itu.
Pada ketiga teknik di atas guru sebagai motivator akan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

2.5 Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran ini bersifat deklaratif misalnya kita akan membunyikan huruf Arab, maka terlebih dahulu kita melakukan kemudian siswa mengikutinya sama seperti yang lakukan.
Untuk menimbang dengan neraca misalnya kita mendemontrasikan di depan kelas kemudian siswa diminta untuk melakukan apa yang dilakukan guru. Model pembelajaran ini memiliki ciri secara umum kerja yang terstruktur dan mantap serta pengetahuannya bersifat deklaratif dan tetap.
Model pembelajaran ini sangat cocok untuk mata pelajaran PAI, MIPA dalam penyelesaian soal dan Sejarah

2.6 Model Pembalajaran Kelompok
Model Pembelajaran Kelompok atau Learning Comunity merupakan pembelajaran dalam bentuk kelompok-kelompok kecil dengan beberapa teknik dan cara. Saat ini model pembelajaran ini sudah banyak mengalami perkembangan. Mulanya model pembelajaran ini banyak dipakai pada pembelajaran mata pelajaran MIPA akan tetapi model pembelajaran ini sekarang juga sudah berkembang sedemikian rupa pada pembelajaran mata pelajaran yang lain.

2.7 Peningkatan Mutu Pendidikan
Untuk memberikan ketepatan pelaksanaan pendidikan yang dilandasi oleh kepentingan pengembangan keberagaman potensi sumber daya manusia dan alam setiap daerah, dapat ditempuh pelimpahan wewenang dalam prinsip desentralisasi. Landasan filosofis diberlakukannya asas desentralisasi dalam pendidikan di Indonesia, adalah berlakunya UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sementara Sidi (2000) mengungkapkan landasan dalam rekonstruksi pendidikan menuju desentralisasi meliputi:

a. Mutu pendidikan.
Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui consensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau antar daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal normal (mainstream), dan unggulan;

b. Efesiensi.
Peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan;

c. Relevansi pendidikan.
Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambil keputusan) dan level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite sekolah meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi program kerja sekolah;

d. Pemerataan kesempatan pendidikan.
Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal, pemerataan pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat.

e. Menciptakan Insan Cerdas Kompetitif
Menurut Rencana Jangka Panjang Departemen Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan Insan cerdas dan kompetitip memiliki 2 kriteria yaitu cerdasar komprehensip dan cerdas kompetitip. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Insan Cerdas SMA

Makna Insan Indonesia Cerdas Komprehensif Makna Insan Indonesia Kompetitif
Cerdas
spiritual
• Beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Kompetitif
• Berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan
• Bersemangat juang tinggi
• Mandiri
• Pantang menyerah
• Pembangun dan pembina jejaring
• Bersahabat dengan perubahan
• Inovatif dan menjadi agen perubahan
• Produktif
• Sadar mutu
• Berorientasi global
• Pembelajar sepanjang hayat
Cerdas
emosional & sosial
• Beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya.
• Beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang:
– membina dan memupuk hubungan timbal balik;
– demokratis;
– empatik dan simpatik;
– menjunjung tinggi hak asasi manusia;
– ceria dan percaya diri;
– menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara; serta
– berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.
Cerdas
intelektual
• Beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
• Aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.
Cerdas
kinestetis
• Beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya-tahan, sigap, terampil, dan trengginas.
• Aktualisasi insan adiraga.
(Sumber Restra Depdiknas, 2006)
Dari hal di atas terlihat jelas bahwa Insan cerdas komprehensif dan kompetitip adalah insan cerdas yang sesuai dengan dibutuhkan oleh lapangan kerja dalam era globalisasi dengan bekal kemampuan keterampilan masing-masing sesuai dengan bidangnya.


2.8 Penyusunan Visi dan Misi
Penyusunan visi dan misi di sekolah dan dilanjutkan dengan penyusunan program sekolah tidak semudah yang diucapkan. Penyusunan visi sebagai impian yang ingin dicapai harus melalui tahapan-tahapan tertentu.
Tahapan-tahapan tersebut terdiri atas 4 langkah yaitu: pengamatan lingkungan – perumusan strategi – implementasi strategi – evaluasi / pengendalian. Ke-empat langkah tersebut merupakan lingkaran dan saling terkait antara satu dengan lainya tidak boleh ada yang dihilangkan atau ditinggalkan sehingga menyebabkan ketimpangan dalam pelaksanaan di lapangan
Dari semua penyusunan Program Kerja sampai dengan mengerjakannya di lapangan dilakukan dengan tahapan-tahapan di atas dengan memperhatikan 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor ekternal serta kelemahan dan kekuatan atau dikenal sebagai Faktor strategi : Streights (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), opportunities (kesempatan) dan threats (ancaman). Yang harus diidentifikasi yaitu:
1) identifikasi dan klasifikasi sumber-sumber belajar kita dilembaga sendiri
2) kombinasikan kekuatan-kekuatan itu kedalam kekuatan spesifik
3) memberikan apressiasi pada keuntungan atau kemampuan yang potensial
4) memilih strategi terbaik dalam mengelola sekolah dan kompetisi relatif untuk unruk mengimbangi peluang termudah dari luar
5) mengidentifikasi investasi dan jarak untuk mendongkrak kelemahan-kelemahan yang ada.

Yang jelas yang dikenal dengan analisis factor internal dan factor Internal. Factor internal adalah factor dari dalam sekolah, factor ini ada dua macam yaitu yang menjadi kekuatan dan menjadi kelemahan sekolah. Sedangkan factor dari luar adalah factor yang memperangaruhi sekolah yang berasal dari luar sekolah. Factor ini juga ada dua macam yaitu sebagai kekuatan dan kelemahaman.
Tentunya untuk menentukan analisis ini sesuai dengan kondisi sekolah yang ada, sebagai contoh dalam penganalisisan di sekolah penulis berada adalah sebagai berikut:

 Internal Faktor Analisis

Internanl Faktor Weight Rating Weight Comment
Strength (Kekuatan)
1. Pembiayaan kebutuhan sekolah 0,10 2 0,20
2. Asrama siswa 0,05 3 0,15
3. Kualitas pengajar 0,15 4 0,60
4. Sistem Rekrutmen Siswa 0,15 4 0,60
5. Jumlah siswa masuk ke PTN 0,15 4 0,60

Weaknees (Kelemahan)
1. Transparansi keuangan / inkonsistensi keuangan 0,10 3 0,30
2. Hubungan sosial guru 0,05 1 0,05
3. Rekrutmen karyawan 0,10 3 0,30
4. Kualitas SDM karyawan 0,10 2 0,20
5. Kurangnya jumlah guru 0,05 2 0,10
Total 1,00 3,20

 Eksternal Faktor Analisis

Internanl Faktor Weight Rating Weight Comment
Opportunities (peluang)
1. Hubungan dengan Orang tua siswa 0,10 3 0,30
2. Dukungan dana dari pemkab 0,10 2 0,20
3. Dorongan orang tua 0,10 2 0,20
4. Dukungan perusahaan di sekitar Banyuasin 0,10 1 0,10
5. Kerjasama dengan PTN di seluruh Indonesia 0,15 4 0,60
Threet (Ancaman)
1. Dukungan politik Pemerintah Kabupaten 0,10 2 0,20
2. Dukungan dari masyarakat 0,05 1 0,05
3. Fasilitas Kendaraan umum 0,15 1 0,15
4. Siswa tidak melanjutkan ke PT 0,05 1 0,10
5. Sarana pendukung (foto copy, warnet, toko, warung, dll)
0,10 2 0,20
Total 1,00 2,1
Dari analisis yang telah dilakukan maka dapat disusun suatu visi dan misi sekolah. Yang menjadi visi Sekolah adalah : Terbentuknya Sekolah Standar Nasional pada tahun 2012. Sedangkan misi yang dijalankan dengan indicator :
• Unggul dalam disiplin
• Unggul dalam etika
• Unggul dalam keberagamaan
• Unggul dalam KBM
• Unggul dalam administrasi dan manajemen
• Unggul dalam penyelenggaraan evaluasi
• Unggul dalam penyelenggaraan perbaikan dan pengayaan
• Unggul dalam perolehan NEM (output)
• Unggul dalam memenangkan persaingan SPMB
• Unggul dalam lomba karya ilmiah remaja
• Unggul dalam lomba IMO, IPHO, ICHO, IOI, dan IBO
• Unggul dalam lomba kreativitas siswa
• Unggul dalam penguasaan bahasa Inggris
• Unggul dalam pelaksanaan 7K
• Unggul dalam teknologi informasi komputer
• Unggul dalam olahraga
• Unggul dalam Paskibraka
• Unggul dalam lomba seni
• Prima dalam penampilan
• Unggul dalam kepedulian sosial
Sedangkan misi yang dijalankan dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:
• Menerapkan disiplin dalam segala kegiatan dengan menjadikan tenaga pendidik dan pengelola satuan pendidikan sebagai panutan.
• Membudayakan sopan santun dalam hubungan antarwarga sekolah sehingga timbul keakraban dan kekeluargaan yang harmonis.
• Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianut dan juga budaya bangsa budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
• Mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran secara efektif dan mencegah kekosongan jam pelajaran sehingga setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.
• Menerapkan pelaksanaan evaluasi proses dan hasil belajar secara konsisten, transparan, dan berkesinambungan.
• Mengoptimalkan pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan.
• Memotivasi dan membantu peserta didik untuk mengenal dan mengembangkan poptensi dirinya melalui program BP/BK.
• Mengoptimalkan pembinaan dalam pembuatan karya tulis atau karya ilmiah.
• Memotivasi dan membantu peserta didik untuk mengenali potensi dirinya dengan memberikan wadah dalam kegiatan ekstrakurikuler, sehingga setiap peseta didik dapat berkembang secara optimal.
• Mengoptimalkan pembinaan terhadap kelompok gemar mata pelajaran dan teknologi informasi komputer.
• Menerapkan penggunaan bahasa Inggris dalam komunikasi antarwarga sekolah secara intensif guna menghadapi persaingan dalam era globalisasi.
• Mengoptimalkan pelaksanaan 7K dengan memberdayakan potensi yang ada di lingkungan sekolah.
• Menumbuhkembangkan rasa kepedulian sosial.
• Memberdayakan seluruh potensi yang ada di lingkungan sekolah untuk mewujudkan keunggulan.
• Menerapkan manajemen mutu dengan melibatkan seluruh warga sekolah.
• Mengoptimalkan penampilan fisik sarana dan prasarana serta warga sekolah secara prima dan tangguh.

2.9 Penyusunan Program Kerja
Setelah visi dan visi terbentuk maka langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana program kerja sekolah. Untuk tentunya diperlukan dukungan dari semua pihak terutama pengelola sekolah mulai dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Pegawai Tata Usaha, dan unsur penunjang lainnya.
Untuk mencapai itu semua setiap aspek yang menjadi motivator di sekolah harus membuat program yang terencana dengan baik.

Mahfud MD (Ketua MK)

Adsense Indonesia