Rabu, 18 Mei 2016

Memperkuat Pelaku Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan Yang Berkarakter Dilandasi Semangat Gotong Royong



(Sebuah Catatan Rembug Nasional Pendidikan 2015)
(Sadiman)[1]

Memperkuat Pelaku Ekosistem Pendidikan Dan Kebudayaan Yang Berkarakter Dilandasi merupakan tema dalam Rembug Nasional  Pendidikan yang pertama di era Menteri Anies Baswedan. Tema yang visioner dan berfikir jauh ke depan melebihi pemikiran sebelumnya, Sebagai Menteri dengan masa lalu yang gemilang  telah membuat beberapa gebragan yang melegakan guru di lapangan. Kurikulum 2013 yang setengah matang dengan keberaniannya dihentikan sementara dan hanya sekolah yang telah melaksanakan 3 semester yang boleh melaksanakan. Perubahan terbaru adalah pelaksanaan UN yang selama ini menjadi momok menakutkan karena sebagai kunci pokok untuk menentukan lulusan siswa, mulai jenjang pendidikan menengah pertama dan sekolah menengah atas serta kejuruan.
Pelaksanaan Ujian Nasional harus tetap berjalan karena ini merupakan amanat undang-undang tetapi hasilnya tidak lagi dijadikan sebagai alat untuk melulusan siswa tetapi hanya sebagai alat untuk pemetaan pendidikan. Sudah seharusnya jika kebijakan ini disambut dengan sukacita oleh guru dan sekolah. Sekarang tanggung jawab kelulusan sudah berpindah dari pemerintah ke sekolah. Sekolah menjadi memiliki resiko tinggi dalam meluluskan siswa, sebab jika siswa tidak lulus maka telunjuk orang tua siswa dan masyarakat akan segera menuju ke sekolah. Disamping itu pemerintah mengeluarkan dana UN yang begitu besar hanya sekedar memetakan, padahal melalui Dapodik dan data yang ada pada PDSP Kemendukbud sudah cukup.
Pemerintah tetap harus mengambil peran penting dan strategis dalam memajukan pendidikan nasional. Persoalan krusial pendidikan hampir ada pada berbagai lini, yang paling mendesak adalah masalah kemampuan atau kompentensi guru yang rendah, dan fasilitas sekolah yang masih sangat minim, serta kurikulum yang butuh penyempurnaan. Kompetensi guru yang rendah, diduga karena guru memiliki penghasilan yang jauh dari memadai maka pemerintah mengambil sikap dengan memberikan tunjangan sertifikasi sejak tahun 2007, dengan memberikan tunjangan sebesar 1 bulan gaji bagi guru yang sudah bersertifikasi dan mengajar 24 jam.
Tetapi dari hasil identifikasi di rembug nasional pendidikan, pemberian tunjangan sertifikasi belum dapat memberikan perubahan yang signifikan bagi kemajuan pendidikan. Pemberikan tunjangan sertifikasi baru dapat mengubah kehidupan ekonomi guru. Cara berfikir guru agar kompetensi meningkat dengan diterimanya sertifikasi belum mampu terbangun.
Kemajuan pendidikan di sekolah sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya guru di sekolah yang bersangkutan. Semakin banyak guru yang memiliki, kompetensi yang baik maka kreativitas dan kemampuan sekolah tersebut semakin baik dan akan cepat maju serta berkembang. Hal ini tentu akan berimbas pada kemajuan peserta didik dan akhirnya akan mengangkat dunia pendidikan bergerak dinamis dan maju lebih cepat.
Tuntutan tentang guru yang berkualitas dengan empat kompetensi yaitu Pedagogik, Kepribadian, Profesional dan Sosial menjadi harga harga yang harus dimiliki oleh setiap guru. Uji Kompetensi Awal (UKA) guru, kepala sekolah dan pengawas cenderung menghasilkan hasil yang kecewa. Di tahun-tahun sebelumnya hasil UKA langsung dapat dilihat saat ini tidak lagi karena akan memberikan efek psikologis bagi guru dan bagi masyarakat pendidikan.
Kemampuan guru yang terus menurun dari tahun ke tahun bukan tanpa sebab, di masa-masa sebelumnya guru-guru selalu mendapat pelatihan secara rutin baik yang dilakukan oleh kementrian pendidikan maupun melalui dana dekonsentrasi yang ada di setiap propinsi sekarang hal itu tidak ada lagi.
Kementerian dan Dinas pendidikan hanya dapat melaksanakan bimtek yang waktunya tidak lebih dari 3 hari, sedangkan  model pelatihan seperti Pelatihan Kelompok Guru Sekolah Jauh (PKG-SJ) yang lamanya 2 minggu, atau pelatihan kurikulum dengan jenjang 3 hari, 1 minggu dan 3 minggu tidak lagi terjadi. Karena pelaksanaan pelatihan dengan durasi waktu lebih dari 3 hari bukan kewenangan kementrian pendidikan lagi tetapi menjadi kewenangan badan diklat.
Kegiatan MGMP atau KKG yang selama ini mampu menggerakan guru dalam aktivitas dan kreativitas kelompok juga mandeg, karena tidak ada lagi mesin penggerak di lapangan. Dinas Pendidikan yang diharapkan sebaga penggerak tidak mampu memberikan suntikan dana seperti sebelum era otonomi.
Inilah salah satu penyebab kenapa guru tidak juga berkembang bahkan cenderung menurun, karena guru tidak pernah “di cas” sehingga lama kelamaan baterey dalam tubuhnya habis bahkan mungkin akan mati dalam waktu tertentu.
Kegaulaun masyarakat Indonesia dalam dunia pendidikan perlu di sadari, dan momentum rembug Nasional Pendidikan sebagai salah satu jalan menuntut perbaikakan system pendidikan Indonesia. Dengan lebih mengutamakan pembangunan para pelaku pendidikan daripada pelengkap pendidikan seperti sarana dan prasarana. Saat inipun banyak sekolah yang sudah memiliki sarana laboratorium, perpustakaan, dan media belajar lainnya tetapi tidak mampu dimanfaatkan oleh guru karena guru tidak punya kemampuan untuk menggunakan alat-alat tersebut. Akibatnya alat-alat yang telah dibeli dengan dana yang mahal tidak mampu memberikan nilai lebih, tidak berdaya guna dan hanya sabagai penghias perpustakaan, ruang guru atau labortorium.
Perhatian besar menteri pendidikan Anies Baswedan yang lebih menekanan pembangunan dengan melibatkan para  pelaku pendidikan dalam bentuk  Memperkuat pelaku ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dilandasi semangat gotong royong menjadi angin segar perbaikan kualitas pendidikan.
Sekolah sekolah dengan kualitas baik, memiliki guru baik seringkali meninggalkan ruang  kelas, karena mereka serinkali menggunakan tempat belajar di bawah pohon, lapangan, tanam, kebun dan sekitar sekolah daripada di dalam kelas. Pemanfaat IT, perpustakan dan laboratorium juga harus berjalan baik akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan teknologi.
Kebiasaan dan budaya pendidikan seperti membaca dan menulis juga harus dibangkitkan dari guru dan dan siswa, karena dua budaya akademis ini juga sangat sulit dijumpai dalam kehidupan sekolah di Indonesia. Keterlibatan dan keberpihakan semua komponen masyarakat termasuk orang tua sangat dibutuhkan dalam membudayakan kebiasaan membaca dan menulis. Dan tentu yang menjadi kunci tetap pada guru, diperlukan guru-guru yang kreatis, visioner dan berfikir maju ke depan dengan kemampuan baca dan tulis yang baik serta penguasaan teknologi informasi.  Kecepatan pendaki gunung mencapai puncak, tidak ditentukan oleh pendaki yang paling kuat dan cepat, tetapi ditentukan oleh pendaki terlambat. Kemajuan pendidikan tidak ditentukan oleh guru-guru yang sekarang kreatif saja, tetapi harus terus mendorong guru-guru yang memiliki kemampuan dan kompetensi terbatas.
Tugas pemerintah lainnya dalam rangka untuk membangun kualitas yang baik adalah dengan memperbaiki system rekrutmen yang baik. Rekrutmen harus dimulai dari awal dengan menyediakan calon guru lebih dini, dapat dimulai dari sekolah menengah seperti Sekolah Pendidikan Guru yang penah dilakukan pemerintah orde baru. Tidak seperti sekarang dimana guru-guru dapat direbut dan dilakukan oleh siapa saja yang penting lulus tes. Padahal tes yang diberikan tidak menunjukan kompetensi Pedagogik, Kepribadian,  Profesiona dan Sosial (PKPS). Sehingga guru tidak lagi menjadi pilihan terakhir seperti selama ini, karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain maka memilih untuk menjadi guru.
Pemerintah harus membuat regulasi, pendidikan calon guru dengan membenahi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan memberikan fasilitas yang lebih baik, system pendidikan dan kurikulum yang mumpuni dan menjalin kerjasama dengan guru-guru di sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
Perguruan tinggi yang menghasilkan pendidik juga tidak melakukan kerjasama dengan baik dengan pasar yang akan membutuhkan kerjasama yang sinergi bukan sekedar pada saat PPL. Sebagai contoh di Singapura dan Malaysia, Pendidikan Guru di Perguruan Tinggi menggunakan dosen-dosen dari guru dengan kualitas mumpuni. Guru-guru ini di kontrak selama selama 1 tahun dan tetap menerima gaji di tempat tugas awal dan di peguruan tinggi mendapatkan tunjangan sesuai dengan gaji yang berlaku di perguruan tinggi. Regulasi ini tentu tidak dapat dilakukan oleh sekolah menengah dan perguruan tinggi saja, tetapi harus ada regulasi dari pemerintah. Ini merupakan cara untuk menyamakan persepsi dan frekuensi akan kebutuhan guru yang sebenarnya di lapangan. Jika hal ini dapat berlangsung dengan baik, maka ke depan tidak ada lagi teriakan jemblognya pendidikan kita


[1] Penulis buku, Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang

Tidak ada komentar:

Mahfud MD (Ketua MK)

Adsense Indonesia