Kurikulum Baru 2013 akan diberlakukan mulai tahun ajaran baru 2013/2014. Terlihat kurikukum ini terlalu dipaksakan untuk dilaksanakan. Karena sampai dengan Januari 2013, kurikulum tersebut baru sebatas uji publik. Persiapan lain seperti sosialisasi ke seluruh guru jelas akan terhambat. Jika kita bandingkan dengan KTSP yang berlakukan 2006 sosiaalisasi TOT dan Bimtek sudah diberlakukan mulai tahun 2003. Persiapan yang sedemikian panjang, dan persiapan yang sedemikian matang masih terlalu banyak kekurangan apalagi dengan kurikulum baru 2013.
Pelaksanaan ditawarkan :diberlakukan secara berjenjang, atau melalui sekolah model sebagai contoh. Pelaksanan seperti ini juga sudah diberlakukan oleh KTSP. Jika kita melihat lebih jauh, perkembangan dari KTSP memang sudah sedemikian rupa dan implementasinya juga sedemikian rupa sehingga timbul berbagai penafsiran yang berbeda. Maka pada tahun 2010 dimunculkan juknis KTSP, dengan demikian penafsiran yang berbeda dari KTSP dapat diminimalisir. Usaha yang sedemikian keras dari Depdiknas, setiap tahun juga dilakukan bimtek secara berjenjang dengan regional-regional. Masifnya kegiatan KTSP di motori oleh masing-masing direktorat tentu memakan biaya yang sangat besar.
Demikian juga Kurikulum baru 2013, yang akan segera dilaksanakan. Ada beberapa catatan yang terlalu optimitis dari pelaksanaan kurikulum ini, padahal beberapa komponen baru digarap bulan januari 2013, seperti: Pengembangan Kompentensi Inti, Buku Pedoman Guru dan Buku Siswa.
Semua sebenarnya sudah lengkap dari KTSP, sehingga seharusnya Kurikulum 2013 hanya menyempurnaan KTSP, sehingga menjadi KTSP yang disempurnakan.
Karena jika kita paksanakan dengan model baru, buku baru, yang didrop dari jakarta, dimana hak sekolah. Semua kembali di tarik Kurikulum 89, sehingga tidak realistik. Ada beberapa kejanggalan yang muncul seperti tidak singkronya antara Kompetensi Inti dari struktur kurikulumnya:
Misalkan di SMP terdapat kompetensi inti:
Muncul mata pelajaran yang bakal tidak produktif
Pelaksanaan ditawarkan :diberlakukan secara berjenjang, atau melalui sekolah model sebagai contoh. Pelaksanan seperti ini juga sudah diberlakukan oleh KTSP. Jika kita melihat lebih jauh, perkembangan dari KTSP memang sudah sedemikian rupa dan implementasinya juga sedemikian rupa sehingga timbul berbagai penafsiran yang berbeda. Maka pada tahun 2010 dimunculkan juknis KTSP, dengan demikian penafsiran yang berbeda dari KTSP dapat diminimalisir. Usaha yang sedemikian keras dari Depdiknas, setiap tahun juga dilakukan bimtek secara berjenjang dengan regional-regional. Masifnya kegiatan KTSP di motori oleh masing-masing direktorat tentu memakan biaya yang sangat besar.
Demikian juga Kurikulum baru 2013, yang akan segera dilaksanakan. Ada beberapa catatan yang terlalu optimitis dari pelaksanaan kurikulum ini, padahal beberapa komponen baru digarap bulan januari 2013, seperti: Pengembangan Kompentensi Inti, Buku Pedoman Guru dan Buku Siswa.
Semua sebenarnya sudah lengkap dari KTSP, sehingga seharusnya Kurikulum 2013 hanya menyempurnaan KTSP, sehingga menjadi KTSP yang disempurnakan.
Karena jika kita paksanakan dengan model baru, buku baru, yang didrop dari jakarta, dimana hak sekolah. Semua kembali di tarik Kurikulum 89, sehingga tidak realistik. Ada beberapa kejanggalan yang muncul seperti tidak singkronya antara Kompetensi Inti dari struktur kurikulumnya:
Misalkan di SMP terdapat kompetensi inti:
- Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian
- Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
Muncul mata pelajaran yang bakal tidak produktif
- Seni Budaya
- Prakarya
- Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
Pelajaran Seni Budaya dan Prakarya akan menjadi pepesan kosong dengan jumlah jam 4 jam, karena kurikulum seni dan prakarya tidak bisa dipaksanakan pada semua orang. Mestinya dua mata pelajaran ini masuk pada ektrakurikuluer yang dapat dipelajaran 1/2 hari penuh. disamping itu sesuai dengan minat. Sehingga tidak lahir teori seni, kita butuh praktik dan hasil bukan teori. Karena Seni dan Karya berkaitan dengan psikomotorik.
Demikian juga olahraga dan kesehatan, apa tujuan dan mata pelajaran ini, jika hanan ingin sehat cukup dengan senam seminggu sekali, sedangkan olahraga prestasi dilakukan di ektrakurikuler.
Hal-hal yang hanya berkaitan dengan praktek sulit sekali dilaksanakan dalam tatap muka di depan kelas, tetapi membutuhkan waktu yang lama dan kebebasan memilih sesuai bakat dan minat.
Belum lagi timbul masalah siapa yang akan mengajar? merekrut guru baru atau membuka jurusan baru di perguruan tinggi? Butuh waktu 4-5 tahun untuk menghasilkan dua guru ini, sebuah kurikulum yang jauh panggang dari api.
Penambahan waktu memang sangat penting, tapi lihatkan jauh ke depan. Di negeri ini sejak otonomi daearh banyak sekolah dobel sift. Lalu sampai jam berapa anak yang belajar di siang hari, mau pulang jam 7 malam?
Sanggupkan pemerintah memenuhi kekurangan ruang kelas sebelum Juli 2013?
Tentu kurikulum ini sangat sulit dilaksanakan secara ideal.
Menurut saya permasalahan bukan pada kurikulum, tetapi pada guru dan sarana. Banyak guru yang memiliki kemampuan di bawah standar, sehingga perlu diberikan pelatihan, bimtek, atau peningkatan kompetensi guru, di buktikan dengan hasil UK dan UKG guru yang dari harapan. Pemeratahaan guru yang terjadi ketimbangan antara satu daerah dengan daerah lain, secara hitungan cukup dilapangan masih ada banyak sekolah yagn tidak memiliki guru tetap, sungguh ironi.
Sarana dan prasarana, cobalah lihat sekolah sekolah di luar kota, apa yang mereka miliki 2 komputer untuk 1 sekolah, lab tidak ada, bagaimana mungkin kita dapat mencapai target yang kita tentukan.
Mari kita renungkan kembali, apakah kurikulum 2013 harus diberlakukan dengan tergesa-gesa? Tanpa kajian kelemahan KTPS?
Demikian juga olahraga dan kesehatan, apa tujuan dan mata pelajaran ini, jika hanan ingin sehat cukup dengan senam seminggu sekali, sedangkan olahraga prestasi dilakukan di ektrakurikuler.
Hal-hal yang hanya berkaitan dengan praktek sulit sekali dilaksanakan dalam tatap muka di depan kelas, tetapi membutuhkan waktu yang lama dan kebebasan memilih sesuai bakat dan minat.
Belum lagi timbul masalah siapa yang akan mengajar? merekrut guru baru atau membuka jurusan baru di perguruan tinggi? Butuh waktu 4-5 tahun untuk menghasilkan dua guru ini, sebuah kurikulum yang jauh panggang dari api.
Penambahan waktu memang sangat penting, tapi lihatkan jauh ke depan. Di negeri ini sejak otonomi daearh banyak sekolah dobel sift. Lalu sampai jam berapa anak yang belajar di siang hari, mau pulang jam 7 malam?
Sanggupkan pemerintah memenuhi kekurangan ruang kelas sebelum Juli 2013?
Tentu kurikulum ini sangat sulit dilaksanakan secara ideal.
Menurut saya permasalahan bukan pada kurikulum, tetapi pada guru dan sarana. Banyak guru yang memiliki kemampuan di bawah standar, sehingga perlu diberikan pelatihan, bimtek, atau peningkatan kompetensi guru, di buktikan dengan hasil UK dan UKG guru yang dari harapan. Pemeratahaan guru yang terjadi ketimbangan antara satu daerah dengan daerah lain, secara hitungan cukup dilapangan masih ada banyak sekolah yagn tidak memiliki guru tetap, sungguh ironi.
Sarana dan prasarana, cobalah lihat sekolah sekolah di luar kota, apa yang mereka miliki 2 komputer untuk 1 sekolah, lab tidak ada, bagaimana mungkin kita dapat mencapai target yang kita tentukan.
Mari kita renungkan kembali, apakah kurikulum 2013 harus diberlakukan dengan tergesa-gesa? Tanpa kajian kelemahan KTPS?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar