Senin, 05 April 2010

BENARKAH UN 2009/2010 “BOCOR”

Ujian Nasional tingkat SMA yang sudah dilaksanakan dari tanggal 22 Maret s/d 26 Maret dan UN SMP dari tanggal 29 Marer s/d 1 April 2009 menyisahkan banyak masalah, salah satunya adalah kecurigaan akan bocornya soal, beredarnya jawaban yang diduga benar atau palsu, tertukarnya lembar soal, kurangnya lembar jawaban, kendala tempat pelaksanaan dan isyu kecurangan. Pihak berwajib (sebut polisi dan depdiknas) di beberapa propinsipun telah melakukan penyelidikan, seperti temuan bocornya soal di kota Palembang, temuan jual-beli soal dan jawaban di Medan, atau siswa yang kepergok kamera sedang mencontek jawaban. Semua adalah sisi gelap dari pelaksanakan UN tahun ajaran 2009/2010.
Isu yang paling santér adalah beredarnya soal dan kunci jawaban melalui pesawat Handphone yang hampir menghiasi media cetak dan elektronik setiap hari. Akan tetapi sulit sekali dibuktikan, karena polisi melihat bahwa pengawalan yang dilakukan sudah sangat ketat. Jawaban yang beredar sangat luas pun sudah sulit di lacak asal usulnya, benar dan salahnya. Bapak Menteri Muhammad Nuh pun menampik adanya kebocoran UN pada tahun ini, jika ada kebocoran tolong tunjukan mana buktinya. Sebuah pertanyaan yang sulit sekali untuk di jawab, karena memang jawaban soal UN yang entah benar atau salah sudah beredar dari malam sampai pagi hari, tapi sulit dibuktikan.
Kita semua tutup mata, ketika para peserta UN sudah datang jam 6.00 bahkan jam 5.00 pagi ke sekolah, padalal ujian baru dimulai pada pukul 8.00. Hari-hari sekolah diluar ujian, sekolah masuk lebih pagi pukul 7.00, tetapi sulit menemukan siswa yang jam 6.00 pagi sudah berada di sekolah. Ada apa gerangan ?
Saya merasakan pelaksanaan UN tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya, dimana panitia lebih siap. Distribusi soal dapat dilaksanakan lebih cepat. Pengamanan pun sangat ketat, dimana soal di bawa dari Propinsi ke Rayon dan Sub Rayon di kawal dengan ketat. Polisi bertugas 24 jam menjaga tempat penyimpanan soal, suatu kemajuan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sebagai guru, saya merasa ada yang janggal dalam pelaksana UN, mengapa ? UN memang sudah dilaksanakan dengan baik oleh sekolah. Penyelenggara telah melakukan UN sesuai dengan Prosedur Operasi Standar (POS), seluruh sisi POS diteliti kata demi kata, mulai dari cara menyusun tempat duduk ruangan, pengawasan, sampai memasukan lembar jawaban ke dalam amplop, semua sudah terlaksana dengan baik. Lalu janggalnya dimana, mengapa masih juga beredar kunci jawaban yang entah benar atau salah?
Departemen pendidikan nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan seharusnya sadar bahwa pelaksanan UN tahun ini akan menghasilkan lulusan lebih dari 90%, bahkan saya berasumsi di atas 95% siswa akan lulus meskipun belum ada pengumumanya. Jika ingin suatu kejujuran tidak sulit mendapatkannya, ujicobakan soal-soal UN di tiap propinsi sebagai sampel, berapa kelulusan yang diperoleh siswa, apakah sampai 30% siswa yang mencapai rata-rata 5,5 atau di atas 90%. Sekolah super elit yang bayarannya selangitpun saya memperkirakan hasil UN yang lulus 5,5 tidak akan lebih dari 45%. Mengapa ? Alasana pertama: setiap peserta didik tidak mempunyai kemampuan yang sama, sesuai dengan kurva normal bahwa 25% berada di tingkat tinggi, 50% sedang dan 25% ditingkat rendah. Jika rentang nilai 0 – 10, hampir dipastikan siswa paling sedikit ada 25% siswa yang tidak lulus. Alasan kedua setiap peserta didik tidak mempunyai kemampuan yang sama pada setiap mata pelajaran, bahkan mereka ada yang terpaksa mempelajarinya karena tuntutan kurikulum. Sehingga sulit sekali mencapai rata-rata 5,5 atau 5,0 untuk semua mata pelajaran. Alasan ketiga, banyak lembaga yang mengadakan Try out Ujian Nasional, hasilnya yang 10 besar sekalipun, tidak semua mata pelajaran lulus syarat UN, bahkan hampir semua siswa tidak memenuhi syarat kelulusan UN. Alasan keempat sesuatu yang aneh bin ajaib sebuah sekolah yang sudah memiliki guru lengkap, fasilitas memadai dan system pembelajaran dan kualitas siswa yang lebih baik tetapi mendapatkan nilai rata-rata UN yang lebih rendah daripada sekolah yang tidak punya fasilitas memadai, gurunya kurang aktif dan kualitas siswa yang biasa-biasa saja.
Empat alasan di atas rasanya akan semakin membuktikan UN tahun ini bocor. Jika hasil UN pada tahun ini di atas 75% lulus, kemungkinan besar siswa sudah mendapatkan jawaban, minimal pada mata pelajaran yang paling tidak disukainya. Idealnya kelulusan UN tahap 1 hanya 25% sampai 40% saja.
Apakah bocornya UN perlu dipermasalahkan, dan memenjarakan para pelakunya karena membocorkan rahasia Negara? Barangkali ini bukanlah solusi terbaik, meskipun perbuatan ini merupakan pelanggaran hukum tapi akan sangat sulit dibuktikan. Tentu akan menguras energy, pikiran dan biaya tinggi dibandingkan dengan menyelesaikan masalah sebenarnya. Karena permasalahan utama UN bukan pada bocornya soal tetapi pada patokan nilai rata-rata 5,5 yang terlalu tinggi, tidak dilibatkannya guru dalam penentuan kelulusan, belum terpenuhinya 8 standar nasional pendidikan, pelaksanaan UN yang melibatkan pihak-pihak lain seperti PT & BNSP yang selama ini tidak bersentuhan dengan sekolah secara langsung.
Kenapa harus 5,5 bukan sesuai dengan kemampuan peserta didik, toh nilai ini tidak mempunyai makna apa-apa, karena untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi harus tes kembali. Lebih baik 2,5 tetapi murni daripada 5,5 tetapi hasil ketidakjujuran.
Dengan UN guru dan satuan pendidikan merasa dihakimi dan tinggalkankan karena mereka yang selama ini terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran harus rela untuk tidak menentukan lulus tidak lulusnya peserta didik. Seharusnya kellulusan tidak saja ditentukan oleh nilai UN, tetapi diserahkan kepada guru atau sekolah. Atau dengan mengambil jalan tengah kombinasi antara nilai UN dengan nilai yang selama ini diperoleh guru dalam bentuk Ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester.
Delapan standar Nasional Pendidikan (SNP) sesuai dengan PP 19 tahun 2005 dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional yang jumlahnya sudah 7 jenis, baru pada tahap keputusan dan permen. Pelaksanaan dan Pemenuhan hal tersebut yang notabene kewajiban pemerintah belum sepenuhnya dilakukan.
Pelaksaan UN tahun ini untuk tingkat SMA adalah PT/PTN, hal ini mengakibatkan rasa cemburu di tingkat satuan pendidikan. Kenapa harus PT/PTN, bukankah selama ini yang melaksanakan proses pembelajaran adalah sekolah, pernahkan PT/PTN melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah, pernahkan melakukan kerjasama dengan sekolah ? Mengapa tiba-tiba menjadi Hakim dan mengawasi dan mengatur pelaksanaan UN, meskipun ini semua demi bersihnya pelaksanaan UN. Bila hal ini terus terjadi maka pelaksanaan UN yang bersih, jujur dan kredibel sehingga jauh dari kecurangan dan kebocoran sulit sekali untuk dicapai.

Mahfud MD (Ketua MK)

Adsense Indonesia